Kebodohan mengikis kebenaran yang hakiki

Kebodohan mengikis kebenaran yang hakiki

Rabu, 18 Mei 2011

UUD-DKI (UNDANG-UNDANG DASAR DAULAH KHILAFAH ISLAMIYYAH)

BAB HUKUM-HUKUM UMUM
PASAL (AYAT)
ISI
KETERANGAN
1
Aqidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut struktur dan urusan negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus merupakan asas Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan yang bersumber dari syariat Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari aqidah Islam.

@     Umat meyakini ‘aqidah Islam dan segenap mafahim (persepsi), nilai-nilai dan norma yang terpancar dari ‘aqidah Islam sedangkan negara merupakan perwujudan kekuasaan yang menjadi milik umat
@     Rasulullah SAW mendirikan negara di Madinah di atas landasan aqidah Islam dengan demikian aqidah Islam harus menjadi asas negara dan asas seluruh praktek kenegaraan.
@     Rasulullah bersabda : “Aku diperintahkan untuk memerangi seluruh manusia hingga mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, Muhammad rasulullah, jika mereka mengucapkannya maka darah mereka, harta mereka terlindungi kecuali sesuai dengan haknya” (HR. Bukhari, Muslim dan Sunan yang empat)
@     Islam menjadikan wajib menjaga kelangsungan aqidah Islam sebagai asas yang tercermin dalam muhasabah kepada penguasa. Rasulullah ditanya tentang penguasa yang zhalim,  “Apakah tidak kita perangi mereka dengan pedang ? Jawab Rasul,”Tidak selama mereka menegakkan shalat ditengah-tengah kalian.” (HR. Muslim). dalam hadits ‘Ubadah bin Shamit :”….. agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, (sabda beliau): “kecuali jika kalian melihat kekufuran secara terang-terangan (kufran bawahan), yang kalian mempunyai bukti yang nyata tentangnya dari sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
@     Dustur merupakan UUD negara. UUD merupakan peraturan yang berkaitan dengan penguasa. Penguasa diperintahkan untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan dilarang menerapkan hukum selainnya. Firman Allah : “Maka demi Tuhanmu, pada hakikatnya tidak mereka beriman hingga menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim atas perkera yang mereka perselisihkan” (QS. An Nisa : 65). “Dan putuskanlah diantara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah “ (QS. Al Maidah :49). Disertai peringatan yaitu firman Allah : “ Dan barangsiapa yang tidak menghukumi dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al Ma’idah : 44). Sabda Rasulullah : “Setiap perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya maka ia tertolak. “ (HR. Muslim)
@     Perbuatan manusia apapun bentuknya harus terikat dengan hukum syara’, karena hukum syara’ merupakan seruan asy-syari’ (Allah SWT) yang berkaitan dengan perbuatan seorang hamba. Dengan demikian hukum harus berasal dari asy-syari’, tidak ada tempat bagi manusia untuk membuat undang-undang sendiri. Firman Allah : “Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa saja yang dilarang oleh Rasul darimu maka tinggalkanlah” (QS. Al Hasyr : 7). “Tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan tidak pula bagi mukminat jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sesuatu akan ada pilihan lain bagi mereka dalam urusan mereka” (QS. Al Ahzab :36). Sabda Rasul : “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kewajiban-kewajiban maka jangan kalian lalaikan dan Allah telah melarang dari sesuatu maka jangan kalian melanggarnya”. “Barangsiapa yang membuat sesuatu dalam agama yang tidak berasal darinya maka tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim)
2
Darul Islam adalah negeri yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam dan keamanannya didasarkan pada Islam. Darul kufur adalah negeri yang didalamnya diterapkan aturan kufur dan atau keamanannya berdasarkan selain Islam.

@     Rasul menjadikan kaum muslimin yang hidup diluar negara Islam tidak termasuk rakyat negara Islam. Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya : “Rasulullah jika mengutus pemimpin pasukan atau sariyah, beliau berpesan secara khusus kepadanya untuk bertaqwa kepada Allah dan agar bersama kaum muslimin dalam kebaikan, kemudian beliau bersabda, ”Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah, berperanglah dan janganlah berlebihan, jangan berkhianat, dan jangan merusak dan jangan membunuh orang-orang tua. Jika kalian bertemu dengan musuh yaitu orang musyrik maka serulah mereka kepada tiga pilihan, mana saja mereka terima maka terimalah dan hentikanlah perang terhadap mereka, serulah mereka kepada Islam jika mereka memenuhi ajakanmu maka terimalah dan hentikanlah perang terhadap mereka, kemudian serulah mereka untuk berpindah (menggabungkan) negeri mereka kepada ke negeri muhajirin dan beritahu mereka bahwa jika mereka melakukan itu maka bagi mereka seperti halnya bagi orang muhajirin dan atas mereka sama dengan apa (yang diberlakukan) atas orang muhajirin, jika mereka menolak menggabungkan negerinya maka beritahukan kepada mereka agar menjadi seperti orang-orang arab (non muslim/kafir dzimmiy) yang diberlakukan atas mereka apa yang berlaku atas kaum muslimin, dan tidak ada bagi mereka berupa fai` dan ghanimah kecuali mereka berperang bersama kaum muslimin”. Istilah Darul Islam merupakan istilah syar’iy untuk negeri (wilayah) yang berada di bawah kekuasaan Islam. Jadi negeri Islam harus memenuhi dua syarat yaitu : diterapkannya hukum Islam di dalamnya dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin.
@     Untuk penerapan hukum Islam dalilnya adalah : hadits ‘Auf bin Malik tentang datangnya masa yang zhalim,  “Dikatakan apakah tidak kita perangi (khalifah) dengan pedang? Jawab Rasul, ” tidak selama mereka menegakkan --di tengah-tengah kalian-- shalat”. (HR. Imam Muslim). Hadits ‘Ubadah bin Shamit, “Agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemimpin, (sabda beliau) ”kecuali kalian melihat kekufuran secara terang-terangan (kufran bawahan), yang kalian mempunyai bukti yang nyata tentangnya dari sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Imam Tabraniy dengan lafadh “kufran shurahan” . Dalam riwayat lain “ kecuali jika terjadi kemaksiyatan secara terang-terangan (ma’shiyatan bawahan)”. “selama tidak memerintahkan engkau (melakukan) kemakshiyatan secara terang-terangan (itsmun bawahan)” (HR. Ahmad).
@     Dalil tentang syarat keamanan berada di tangan kaum muslimin : dari Anas bin Malik ra. : “Rasulullah jika hendak menyerang, beliau tidak akan menyerang sampai Subuh, jika terdengar adzan maka beliau mengurungkannya, dan jika tidak terdengar adzan maka beliau menyerangnya setelah Subuh”. Dari ‘Ashim Al Muzaniy : Rasulullah jika mengutus sariyah (pasukan kecil) beliau bersabda,  “Jika kalian melihat masjid atau mendengar adzan maka kalian jangan memerangi siapapun “. Adzan dan masjid merupakan sebagian syi’ar Islam. Dengan adanya keduanya maka keamanan wilayah itu berarti ada di tangan kaum muslimin.
3
Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang negara. Undang-undang Dasar dan Undang-Undang yang telah disahkan oleh khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, baik lahir maupun bathin.

@     Ijma’ shahabat menyatakan bahwa khalifah berhak untuk melegislasi (men-tabanni) hukum syara’ dan wajib bagi rakyat untuk menta’atinya. Para khulafaur rasyidin masing-masing melegislasi hukum tertentu dan para shahabat mengetahuinya dan mereka melaksanakannya dan mereka meninggalkan ijtihad mereka (dalam pelaksanaan). Abu Bakar melegislasi hukum thalaq tiga sebagai thalaq satu dan pembagian ghanimah secara sama rata, semua qadli dan wali melakukannya. Tatkala ‘Umar, ia melegislasi hukum yang lain, para qadli dan wali melakukannya. Jadi Ijma Shahabat menyatakan dua hal : Pertama, khalifah berhak melegislasi hukum syara’ dan kedua, wajib atas seluruh rakyat untuk menta’atinya. Dari sini diambil dua kaidah syara’ yang masyhur :
@     “Amru al imam yarfa’u al khilaf (perintah Imam (Khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat)”
@     Amru al imam naafidzun (perintah imam wajib dilaksanakan)”
4
Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, selain masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak memasukkan ide-ide yang berkaitan dengan aqidah Islam dalam Undang-undang Dasar dan undang-undang negara.

@     Legislasi hukum syara’ bagi khalifah hukum asalnya adalah boleh (mubah). Kata “tidak melegalisasi” bukan berarti tidak boleh, tetapi artinya khalifah memilih untuk tidak melegislasi hukum syara’ yang berkaitan dengan aqidah dan ‘ibadah (kecuali masalah zakat dan jihad). Legislasi hukum berarti memaksa rakyat untuk melaksanakannya. Dalam aqidah tidak boleh ada pemaksaan. Orang kafir saja tidak boleh dipaksa untuk berkeyakinan aqidah Islam, terlebih lagi kaum muslimin. Firman Allah :”Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam)” (QS. Al Baqarah : 256). Pemaksaan berarti mendatangkan keberatan/kesulitan (haraj) sedang Allah berfirman : “Sekali-kali Allah tidak menjadikan bagi kalian dalam agama kesulitan” (QS. Al Haj :78). Berbeda dengan mu’amalah, di dalamnya mungkin adanya ikhtilaf (perbedaan) dan mungkin terjadi perselisihan oleh karenanya harus ada satu hukum yang dijadikan pegangan secara bersama. Khalifah melaksanakan ri’ayatu asy syu’un untuk melaksanakan hal itu khalifah harus memilih satu hukum untuk semua rakyat. Demikian juga untuk menjaga kesatuan negara dan umat khalifah harus melegislasi suatu hukum syara’ tertentu. Dalam ibadah hanya ibadah yang mencerminkan kesatuan umat dan negara yang dilegislasi oleh khalifah.
@     Jadi tidak dilegalislasinya hukum syara’ dalam hal aqidah dan ‘ibadah dikarenakan dua hal : pertama, adanya haraj (keberatan / kesulitan), kedua karena menyalahi realita legislasi hukum.
5
Setiap warga negara khilafah Islam mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’.

@     Ini didasarkan atas hukum dzimiy dan hukum Darul Islam dan Darul Kufur.
@     Bagi ahlu dzimah hak mereka seperti hak kaum muslimin dan kewajiban mereka seperti kewajiban kaum muslimin. Ahlu dzimmah adalah orang yang beragama selain Islam yang menjadi rakyat negara Islam dan tetap dalam agamanya. Islam menjamin hak dan kewajiban ahlu dzimmah sesuai dengan pernyataan Al Qur'an dan As Sunah. Firman Allah : “dan jika kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (QS. An Nisaa’ : 58). Firman Allah : “dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa” (QS. Al Maa’idah : 8). Firman Allah : “dan jika kamu memutuskan perkara di antara mereka maka putuskanlah dengan adil ‘ (QS. Al Maa’idah : 42).
@     Yang diberlakukan atas ahlu dzimmah seperti yang diberlakukan atas kaum muslimin. Rasulullah saw memberlakukan ‘uqubat (pidana dan sanksi) terhadap orang kafir seperti yang diberlakukan kepada kaum muslimin. Rasul membunuh orang Yahudi sebagai hukuman karena orang Yahudi itu membunuh seorang perempuan. Dua orang Yahudi laki dan perempuan, keduanya berzina lalu Rasul merajam mereka berdua.
@     Perlindungan bagi ahlu dzimmah seperti halnya perlindungan bagi kaum muslimin. Sabda Rasul :“Barangsiapa yang membunuh jiwa yang terikat dengan dzimmah Allah dan Rasul-Nya maka ia sungguh telah melanggar dzimmah Allah dan ia tidak akan mencium baunya surga padahal bau surga itu sudah tercium pada jarak sejauh perjalanan empat puluh musim”. Seorang muslim membunuh seorang yahudi maka Rasul membunuh muslim itu sebagai hukuman perbuatannya, lalu beliau bersabda :”Kami lebih berhak untuk menepati perlindungannya (dzimmahnya)”.
@     Jaminan kehidupan diberikan atas seluruh rakyat tanpa perbedaan. Dari Abu Wail atau Abu Musa Rasul saw bersabda: ”Berilah makan orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit dan bebaskan tawanan ” Abu ‘Ubaid mengatakan : termasuk jika ahlu dzimah ikut berperang bersama kaum muslimin lalu tertawan maka mereka akan dibebaskan sebagaimana kaum muslimin. Dari Anas bin Malik : Seorang anak Yahudi yang sering mencela Rasulullah sedang sakit, lalu Rasulullah saw menjenguknya “ ‘Abi bin Abi Thalib mengatakan : “Sesungguhnya jika mereka membayar jizyah maka harta mereka seperti harta kita dan darah mereka seperti darah kita”. ‘Umar bin Khathab berwasiat tatkala menjelang wafat :”Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku demikian dan aku mewasiatkan dzimah Allah dan dzimah Rasulullah (perlakukan) dengan baik, (dan) agar khalifah sesudahku berperang di belakang mereka (melindungi mereka) dan agar tidak membebani mereka di luar kemampuannya”.
@     Ahlu dzimah dibiarkan dengan sesembahannya. Sabda Rasul : “Barangsiapa yang tetap dalam keyahudiannya dan kenashraniannya maka ia tidak dipaksa (keluar) darinya”.
@     Tidak diambil cukai perbatasan dari ahlu dzimah sebagaimana tidak diambil dari kaum muslimin. Dari ‘Abdurrahman bin Ma’qil, ia berkata: Aku bertanya kepada Ziyad bin Hudair : “Siapa yang kalian pungut cukai ?” Jawab Ziyad : “Kami tidak memungut cukai dari orang Islam dan tidak pula dari ahlu dzimah.” Aku tanyakan : “Dari siapa kalian memungut cukai ?” Ia berkata : “Kami memungut cukai dari tetangga harbi sebagaimana mereka memungut cukai dari kami ketika kami mendatanginya”.

6
Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan sebagainya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain.
Lihat keterangan pasal 5.
7
Negara melaksanakan Syariat Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan khilafah Islam, baik yang muslim maupun yang non-muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini :

@     Islam datang untuk seluruh manusia. Firman Allah :”Dan tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia” (QS. Saba’ : 28). Seluruh manusia baik muslim maupun non muslim dibebani dengan Islam baik ushul (aqidah) maupun cabang (hukum syara’). Bahwa Muslim dan Non muslim dibebani dengan hukum Islam sesuai dengan dalil berikut : Firman Allah :”Wahai sekalian manusia sembahlah Tuhan Kalian (yaitu Allah)”.(QS. Al Baqarah:21). Juga firman-Nya :” Dan kewajiban bagi manusia untuk berkunjung ke baitulllah” (QS. Ali ‘Imran; 97). Jika mereka tidak dibebani dengan hukum cabang maka tentu Allah tidak mengancam mereka karena meninggalkan hukum itu. Perhatikan ancaman Allah berikut ini : “Celakalah orang-orang musyrik yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat” (QS. Fushilat :7). “Dan orang-orang yang tidak menyeru tuhan lain bersama Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq mereka tidak berzina dan barangsiapa yang melakukan yang demikian akan mendapatkan (pembalasan) dosa” (QS. Al Furqan: 68). “Mereka tidak berlaku jujur dan tidak menunaikan shalat” (QS. Al Qiyamah : 31 ). “Apa yang menyebabkan kalian berada di neraka saqar ? Mereka menjawab : Kami tidak menjadi orang-orang yang menegakkan shalat” (QS. Al Muddatstsir: 42-44 ).
@     Ayat-ayat tersebut bersifat umum mencakup kaum muslimin dan non muslim. Lafadh ‘umum tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya “Al “aam yabqa ‘ala ‘umumihi maa lam yarid dalil at takhshish”. Tidak ada dalil yang mengkhususkan ayat-ayat tersebut hanya untuk kaum muslimin saja sehingga tetap dalam keumumannya mencakup kaum muslimin dan non muslim. Seperti ayat “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah : 275). “Dan jika mereka (para isteri yang telah dicerai itu) menyusui anak-anakmu maka berikanlah upah mereka”(QS. Ath Thalaq : 6 ). Sabda Rasul : “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. Bukhari ). Sabda Rasul :” Manusia berserikat dalam tiga hal; padang gembalaan, air dan api “. Jelas bahwa non muslim juga dibebani dengan hukum-hukum cabang (furu’).
@     Dikecualikannya non muslim dalam beberapa hukum karena disyaratkannya beragama Islam dalam pelaksanaan perbuatan itu. Seperti shalat, puasa, dsb.
@     Dari segi penerapan hukum maka diterapkan seluruh hukum Islam atas seluruh rakyat. Firman Allah :”Dan hukumilah di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka” (QS. An Nisaa’: 48). “Sesungguhnya telah kami turunkan al kitab (Al Qur'an) kepadamu agar engkau menghukumi di antara manusia sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah kepadamu “ (QS. An Nisaa’ : 105 ). “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar kabar bohong, banyak memakan harta haram, jika mereka (orang Yahudi) itu datang (kepadamu), maka putuskanlah (perkara) diantara mereka atau berpalinglah dari mereka” (QS. An Nisaa’ : 42)
@     Non muslim yang diterapkan atas mereka hukum Islam adalah mereka yang tunduk kepada kekuasaan Islam dan hukum Islam. Hal itu tercapai dengandua syarat : Pertama, dengan membayar jizyah setiap tahun, kedua, terikat dengan hukum Islam yakni menerima keputusan apa yang diwajibkan atas mereka yaitu menunaikan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Sesuai dengan firman Allah : “sampai mereka membayar jizyah dan mereka dalam keadaan tunduk” (QS. At Taubah : 29) yakni tunduk kepada hukum Islam.
@     Rasul menerapkan hukum Islam atas non muslim warga negara. Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Rasul saw kedatangan dua orang Yahudi laki perempuan yang berzina setelah jelas bahwa keduanya muhshan lalu mereka dirajam. Dari Anas bin Malik bahwa seorang Yahudi membunuh seorang budak perempuan dengan memukulnya dengan batu maka Rasulullah membunuhnya sebagai hukuman atas perbuatannya. Rasulullah menulis kepada Nashraniy Najran : “ Sesungguhnya barangsiapa yang berjual beli dengan riba maka tidak ada dzimah baginya” .
Ayat (1)
Negara melaksanakan seluruh hukum Islam atas kaum muslimin tanpa kecuali.

Sama dengan keterangan pasal 7 di atas.
Ayat (2)
Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing.

@     Sesuai dengan perintah yang bersifat umum dalam firman Allah : “Dan putuskanlah di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah” (QS. An Nisaa’ : 48). Seruan ini telah dikhususkan untuk selain aqidah yang mereka yakini dan selain hukum dalam aqidah mereka dan selain hukum–hukum yang didiamkan Rasul saw. Yaitu dikhususkan dengan firman Allah :” Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS. Al Baqarah : 256) dan sabda Rasul :”Sesungguhnya barangsiapa yang tetap dalam keyahudiannya dan kenashraniannya tidak dipaksa (keluar) darinya”. Dengan demikian seluruh perbuatan yang termasuk aqidah mereka sekalipun menurut kita tidak masuk dalam aqidah atau perbuatan yang didiamkan Rasul maka mereka tidak dipaksa, seperti perbuatan mereka meminum khamr dsb, tidak dipaksa untuk ditinggalkan.
Ayat (3)
Orang-orang yang murtad dari Islam, atas mereka dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yangmelakukan kemurtadan. Jika kedudukkannya sebagai anak-anak orang murtad atau dilahirkan sebagai non-muslim, maka mereka diperlakukan bukan sebagai orang Islam sesuai dengan kondisi mereka selaku orang-orang musyrik atau ahli kitab.

@     Islam telah menentukan hukum untuk orang murtad yaitu dibunuh jika tidak kembali. Sabda Rasul :”Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah” (HR. Muslim). Dan dari Anas bin Malik, ia berkata : Dihadapkan ke hadapan khalifah ‘Umar bin Khathab maka ‘Umar berkata : “Wahai Anas apa yang dilakukan terhadap enam orang dari bani Bakar bin Waail yang mereka murtad dari Islam dan masuk musyrik ?” Jawab Anas : “Wahai Amirul Mukminin mereka dibunuh di lapangan. Umar menggeleng.” Aku bertanya : “Apakah ada jalan lain bagi mereka ?” Umar menjawab : “Ya, Engkau menawarkan Islam kepada mereka jika mereka menolak masukkan penjara”. Yakni hingga mereka bertaubat jika tidak bertaubat mereka dibunuh. Seseorang tidak serta merta dibunuh hanya begitu ia murtad sesuai dengan riwayat dari Jabir bahwa seorang perempuan yaitu Umu Marwan murtad maka Nabi memerintahkan untuk menawarkan Islam kepadanya jika ia bertaubat, jika tidak bertaubat maka dibunuh. Hal tersebut berkaitan dengan orang yang murtad atas kehendaknya sendiri.
@     Adapun anak orang yang murtad maka anak yang terlahir sebelum orang tuanya murtad maka ia dihukumi sebagai muslim. Jika anak tersebut mengikuti orang tuanya murtad maka ia dihukumi sebagai orang yang murtad.
@     Jika anak tersebut lahir setelah orang tuanya murtad dan tidak dibunuh serta tetap dalam keyakinannya maka status si anak sesuai dengan keyakinan orang tuanya saat itu. Jika Yahudi maka si anak dihukumi sebagai Yahudi, jika Nashrani dihukumi sebagai Nashrani dan jika musyrik dihukumi sebagai musyrik. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ketika Rasul hendak membunuh ‘Uqbah bin Mu’ith beliau berkata : “Termasuk golongan apakah anaknya ?” Beliau berkata : “(Penghuni) neraka.” Dalam riwayat lain :”Neraka bagi mereka dan bapak mereka”. Diriwayatkan bahwa Nabi ditanya tentang anak orang musyrik apakah mereka dibunuh (diperangi) bersama orang tuanya ? Beliau menjawab :”Mereka (anak-anak itu ) bagian dari mereka (orang tuanya)“ (HR Bukhari dalam bab Ahlu Ad Daar kitab Al Jihad. Perlakuan kepada orang musyrik disamakan dengan ahlu kitab hanya saja sembelihan mereka (musyrik) tidak boleh dimakan dan wanita mereka tidak boleh dinikahi. Sabda Rasulullah berkaitan dengan Majusi Hajar : “Perlakukan mereka seperti perlakuan terhadap ahlu kitab hanya saja sembelihan mereka tidak dimakan dan wanita mereka tidak dinikahi” (Hadits dalam kitab Al Amwal oleh Abu ‘Ubaid)

Ayat (4)
Terhadap orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian,diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.

@     Rasulullah mendiamkan (men-taqrir) orang Yahudi dan Nashrani meminum khamr, pernikahan dan thalaq sesuai agama mereka. Maka diamnya Rasul tersebut menjadi takhsis bagi keumuman dalil yang ada. Hanya saja jika seorang muslim menikah dengan wanita ahli kitab (yang memang diperbolehkan) maka diterapkan hukum pernikahan dan thalaq menurut hukum Islam. Sedangkan jika wanita muslimah dinikahi laki-laki Ahli Kitab maka pernikahannya bathil sehingga haram seorang wanita muslimah dinikahi oleh laki-laki non muslim apapun agamanya. Sesuai dengan firman Allah : “Janganlah kalian kembalikan mereka wanita muslimah itu kepada laki-laki kafir, mereka (wanita muslimah) tidak halal untuk mereka (laki-laki kafir) dan laki-laki kafir itu tidak halal bagi wanita muslimah.” (QS. Al Mumtahanah : 10)
Ayat (5)
Perkara-perkara nikah dan talak antara sesama non-muslim, diselesaikan sesuai dengan agama mereka dan jika terjadi antara muslim dan non-muslim, perkara tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.

@     Rasul mendiamkan pengaturan pernikahan, thalaq dan keluarga di antara non muslim sesuai dengan peraturan agama mereka. Hanya jika seorang laki-laki muslim menikah dengan wanita ahli kitab (yang memang diperbolehkan) maka diterapkan hukum pernikahan dan thalaq menurut hukum Islam. Sedangkan jika wanita muslimah dinikahi laki-laki Ahli Kitab maka pernikahannya bathil sehingga haram seorang muslimah dinikahi oleh non muslim apapun agamanya. Sesuai dengan firman Allah : “Janganlah kalian kembalikan mereka wanita muslimah itu kepada laki-laki kafir, mereka (wanita muslimah) tidak halal untuk mereka (laki-laki kafir) dan laki-laki kafir itu tidak halal bagi wanita muslimah.” (QS. Al Mumtahanah : 10)
Ayat (6)
Hukum-hukum syara’ selain di atas, seperti muamalat, uqubat, bayyinat, ketatanegaraan, ekonomi dan sebagainya, dilaksanakan oleh negara atas seluruh rakyat, baik yang muslim maupun yang bukan. Pelaksanaannya juga berlaku terhadap mu’ahidin, yaitu orang-orang yang negaranya terikat perjanjian dengan negara Khilafah; terhadap musta’minin, yaitu orang-orang yang mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri Islam; dan terhadap siapa saja yang berada di bawah kekuasaan Islam, kecuali bagi para diplomat, konsul, utusan negara asing dan sebagainya, karena mereka memiliki kekebalan diplomatik.

@     Sama dengan keterangan pembukaan pasal 7 di atas.
@     Hanya saja dikecualikan para delegasi negara asing maka kepada mereka diterapkan hukum diplomasi yaitu atas mereka tidak diterapkan hukum Islam. Diriwayatkan bahwa Ibnu Nuwahah dan Ibnu Atsal, yaitu utusan Musailamah, datang kepada Rasulullah SAW maka Nabi bertanya kepada keduanya : “Apakah kalian bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah ? Mereka berdua berkata : ‘Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasulullah.’ Maka Rasulullah berkata : ‘Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, seandainya aku sebagai pembunuh utusan maka sungguh kami akan membunuh kalian berdua.”
8
Bahasa Arab adalah bahasa Islam dan merupakan satu-satunya bahasa resmi yang dipergunakan oleh negara.

@     Al Qur'an merupakan seruan bagi seluruh manusia. Allah menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab untuk menyeru seluruh manusia. Firman Allah : “Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulangi (peringatan) di dalam Al Qur'an” (QS. Al Isra’ : 41 dan 89 dan QS. Al Kahfi : 54). “Dan sesungguhnya telah Kami buat di dalam Al Qur'an. “ (QS. Ar Rum : 58). Allah menjadikan Al Qur'an berbahasa Arab : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab” (QS. Yusuf : 2). “Dengan bahasa Arab yang jelas “ (QS. Asy Syu’ara : 195). Dengan demikian bahasa Arab merupakan bahasa Islam karena bahasa Arab menjadi bahasa Al Qur'an.
@     Membaca lafadhnya merupakan ibadah, dan shalat tanpa membaca Al Qur'an karena Allah berfirman : “Karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur'an. “ (QS. Al Muzammil : 20). Sabda Nabi SAW : “Tidak ada shalat bagi orang yang di setiap raka’at tidak membaca surat Al-Fatihah “(HR. Bukhari).
@     Rasul mengirim surat kepada para raja dan pemimpin kabilah dengan bahasa Arab tanpa menerjemahkannya ke bahasa lain.
@     Bahasa Arab menjadi bahasa resmi negara sedang bahsa daerah boleh digunakan dalam percakapan sehari-hari tetapi tidak untuk komunikasi resmi.
9
Ijtihad adalah fardhu kifayah, dan setiap muslim berhak berijtihad apabila telah memenuhi syarat-syaratnya.

@     Ijtihad adalah penggalian hukum syara’ dari seruan Asy Syari’ (nash-nash syar’i) atau dalil-dalilnya, dan hal ini wajib bagi kaum muslimin.
@     Sabda Rasul SAW : “Jika seorang hakim berijtihad dalam suatu hukum dan benar maka baginya dua pahala, dan jika berijtihad dan salah maka baginya satu pahala.” Sabda beliau yang lain “Seseorang yang memutuskan hukum bagi manusia dan ia berada dalam kebodohan maka baginya adalah neraka.” Sabda beliau kepada Ibnu Mas’ud “Putuskanlah dengan Al Qur'an dan As Sunnah jika engkau temukan di keduanya. Jika tidak maka berijtihadlah dengan pendapatmu.” Sabda beliau kepada Muadz bi Jabal dan Abu Musa Al Asy’ariy : “Dengan apa kalian berdua menghukumi ? Jawab mereka: Jika tidak kami temukan hukumnya dalam Al Qur'an dan As Sunnah maka kami qiyaskan satu perkara dengan perkara yang lain, mana yang lebih dekat dengan kebenaran maka kami laksanakan.” (HR. Ahmad) Rasul menyetujui keduanya. Sabda Rasul kepada Muadz : “Dengan apa engkau putuskan?” Jawab Muadz : “Dengan Kitabullah.” Tanya Rasul : “Jika tidak engkau temukan ?” Jawab Muadz : “Dengan As Sunnah.” Tanya Rasul : “Jika tidak engkau temukan?” Jawab Muadz : ”Aku berijtihad dengan pendapatku.” Rasul berkata : “ Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki utusan Rasulullah dengan apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
@     Mengetahui hukum syara’ dalam suatu perkara adalah wajib. Tidak mungkin mengetahui hukum syara’ tanpa ijtihad. Maka ijtihad menjadi wajib sesuai kaedah syara’ Maa laa yatimmu al wajib illa bihi fahuwa wajib (suatu kewajiban yang tidak sempurna tanpa sesuatu yang lain maka sesuatu yang lain itu hukumnya wajib)”
10
Seluruh kaum muslimin memikul tanggung jawab yang sama terhadap Islam. Tidak ada istilah rohaniwan (rijaluddin) dalam Islam, dan negara mencegah segala tindakan yang dapat mengarah pada munculnya mereka di kalangan kaum muslimin.

@     Tidak ada istilah rohaniwan dalam Islam. Seorang ‘alim kalau bukan seorang mujtahid maka ia seorang muqallid. Istilah rohaniwan merupakan istilah Yahudi dan Nashrani yang ditujukan untuk pemuka agama mereka yang mempunyai hak menghalalkan dan mengharamkan sesuai dengan kehendak mereka. Kita dilarang untuk meniru mereka. Sabda Nabi : “Sungguh kalian akan mengikuti orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta hingga jika mereka masuk lubang biawak maka kalian akan mengikuti mereka.” Para shahabat bertanya: Apakah mereka orang Yahudi dan Nashrani ya Rasulullah ? Jawab Rasul : “Siapa lagi (kalau bukan mereka) .” (HR. Bukhari). Hadits ini menyatakan larangan meniru kaum kafir.
11
Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.

@     Mengemban dakwah fardlu bagi kaum muslimin, fardlu atas negara melakukannya sebagaimana individu dalam setiap bentuk interaksinya sehingga mengemban dakwah menjadi asas untuk interaksi internasional dan menjadi aktivitas pokok negara. Firman Allah : “ Al Qur'an ini telah diwahyukan kepadaku agar aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai (kepada mereka) Al Qur'an “ (QS. Al An’am : 19). Sabda Rasul : “Allah menyukai orang yang mendengar dariku suatu perkataan lalu ia hafalkan dan ia hayati serta ia sampaikan. Betapa banyak orang yang menyampaikan fiqih bukanlah orang yang faqih dan betapa banyak orang yang menyampaikan fiqih kepada orang yang lebih faqih darinya..”  Firman Allah : “ Dan hendaklah ada sekelompok orang yang menyeru kepada al khair (yakni Islam)” (QS. Ali ‘Imran : 104). “Dan perkataan siapakah ynag lebih baik daripada perkataan orang yang menyeru kepada Allah “ (QS. Fushilat : 33)
@     Mengemban dakwah merupakan aktivitas pokok negara. Sesuai dengan nash berikut : Sabda Rasul :’ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan laa ilaah illa Allah muhammad Rasulullah, jika mereka mengucapkannya maka terpeliharalah dariku darah mereka dan harta mereka kecuali dengan haknya (alasan yang benar menurut syara’).” (HR. Bukhari, Muslim dan Sunan yang empat). Sabda Rasul : “ Jihad itu tetap berlangsung sejak aku diutus hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, kezhaliman pemimpin yang zhalim tidak membatalkannya begitu juga keadilan pemimpin yang adil.” Nash tersebut menunjukkan jihad dalam rangka mengemban dakwah merupakan aktivitas pokok yang akan terus berlangsung dan tidak terputus hingga Hari Kiamat dalam keadaan bagaimana pun.
12
Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat dan Qiyas merupakan sumber hukum yang diakui oleh syara’.

@     Hal ini bukan berarti bahwa negara melegislasi metode istinbath (penggalian hukum) bagi rakyat, melainkan untuk melegislasi metode legislasi hukum bagi negara. Dasarnya karena tiga hal :
1.     Hukum syara’ harus dijadikan patokan seseorang muslim, bukannya hukum buatan akal, dengan demikian harus bersumber dari nash syar’iy.
2.     Dalil untuk dijadikan sumber istinbath hukum harus ditunjukkan oleh wahyu secara qath’iy bahwa ia merupakan nash. Karena hal ini termasuk perkara ushul bukan furu’, merupakan perkara ‘aqidah dan harus diambil berdasar dalil yang qath’iy.
Suatu hal yang lazim bahwa perbuatan manusia tergantung persepsi, nilai dan norma yang diyakini serta pandangan hidupnya. Semua itu bersumber dari aqidah.
3.     Sumber hukum hanyalah Al Qur'an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat dan Qiyas sesuai dengan yang ditunjukkan oleh dalil secara qath’iy.
@     Tentang Al Qur'an sebagai sumber hukum. Allah menjelaskan kemu’jizatan Al Qur'an. “Dibawa turun oleh Ruhul Amin, ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy Syu’ara : 193-194). “Al Qur'an telah diwahyukan kepadaku” (QS. Al An’am : 19). “Katakanlah : aku hanyalah memberi peringatan dengan wahyu” (QS. Al Anbiyaa’ : 45). “Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini agar kamu menjadi menderita/susah “ (QS. Thoha :2). “Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Al Qur'an” (QS. Al Insan : 23). “Sesungguhnya kami benar-benar diberi Al Qur'an “ (QS. An Naml : 6).
@     Tentang As Sunnah : Firman Allah : “Dan (Muhammad) tidaklah mengucapkan sesuatu berasal dari hawa nafsunya. Melainkan berasal dari wahyu yang diwahyukan kepadanya” (QS. An najm : 3-4). “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami berikan kepada Nuh dan nabi-nabi sesudahnya “ (An Nisaa’ : 163). “Aku tidaklah mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS. Yunus : 15). “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku”(QS. Al A’raf : 203). “Dan apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu maka ambillah dan apa saja yang dilarang oleh Rasul darimu maka tinggalkanlah” (QS. Al Hasyr : 7)
@     Tentang Ijma’ Shahabat. Allah sungguh telah memuji para shahabat seluruhnya dalam ayat Al Qur'an secara qath’iy. Firman Allah : “ Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridla kepada mereka dan mereka ridla kepada Allah “ (QS. Taubah : 100). Pujian itu sungguh untuk para shahabat seluruhnya.
Dari para shahabatlah kita menerima agama kita, dari mereka kita memperoleh Al Qur'an yang dibawa oleh Rasulullah SAW Sedang Allah menyatakan : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur'an dan kami pula yang akan menjaganya” (QS. Al Hijr : 9). Mereka merupakan orang-orang yang dipercaya oleh Allah untuk menyampaikan Al Qur'an hingga sampai kepada kita.
Ijma’ Shahabat bukanlah kesepakatan mereka semata. Tetapi Ijma’ Shahabat merupakan kesepakatan mereka atas suatu hukum bahwasanya itu merupakan hukum syara’ karena mereka mengetahui dalil yang mendasarinya sekalipun tidak disebutkan kepada kita oleh mereka. Dengan demikian jelas bahwa Ijma’ Shahabat merupakan hukum syara’.
@     Tentang Qiyas. Menjadi sumber hukum dikarenakan Qiyas adalah menganalogikan hukum perkara cabang kepada hukum perkara asal karena adanya kesamaan ‘illat. Rasulullah menerapkannya. Diriwayatkan perkataan Rasul kepada Al Khaitsamah : “Apakah pendapatmu jika bapakmu mempunyai hutang lalu engkau melunasinya apakah hal itu memenuhi (kewajiban bapakmu) ? Jawabnya : Ya. Rasul berkata : “Demikian juga hutang kepada Allah.” Rasul mengqiyaskan hutang kepada Allah dengan hutang kepada sesama manusia.
@     Qiyas didasarkan kepada kesamaan ‘illat. Sedangkan ‘illat ditunjukkan oleh nash syara’ semata. Dengan demikian mengembalikan kepada ‘illat tersebut berarti mengembalikan kepada nash syara’ itu sendiri.
@     Ijma’ Shahabat menyatakan bahwa Qiyas merupakan dalil syara’. Sesuai dengan sabda Rasul kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-‘Asy’ariy : “Dengan apa anda berdua memutuskan ?. Jawab keduanya:’ Jika kami tidak mendapatinya di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah maka kami mengqiyaskan satu perkara kepada perkara yang lain, yang lebih dekat kepada kebenaran maka kami ambil” Dan Rasulullah mendiamkan (men-taqrir) jawaban keduanya.
@     Selain keempatnya (selain Al Qur'an. As Sunnah, Ijma’ Shahabat dan Qiyas) bukan merupakan dalil syara’ yang mu’tabar, baik itu Ijma’ kaum muslimin, maupun yang lainnya seperti mashalihul mursalah, istihsan, madzhab shahabat, syar’u man qablana (syariat umat sebelum kita), adat dan kebiasaan (‘urf).
13
Setiap manusia bebas dari tuduhan sampai terbukti kesalahannya. Seseorang tidak dikenakan sanksi, kecuali dengan keputusan pengadilan. Tidak dibenarkan menyiksa seorang pun, dan siapa saja yang melakukan itu akan mendapatkan hukuman.

@     Pasal ini menjelaskan tiga hal, yaitu : 
@     Pertama, kaedah “ Al ashlu baraa’atu adz dzimah” (hukum asal adalah tidak ada celaan atas seseorang). Dalilnya adalah : Diriwayatkan dari Waa’il bin Hajar ia berkata : ”Seseorang dari Hadramaut dan seorang dari Kindah datang menemui Rasul SAW Orang Hadramaut berkata: “ Ya Rasulullah, orang ini telah merebut tanah milik ayahku.” Orang Kindah berkata: “Itu adalah tanahku dan aku tanami, ia tidak punya hak sama sekali.” Maka Nabi berkata kepada orang Hadramaut : ”Apakah engkau punya bukti ? Ia menjawab : “Tidak.” Kata Rasul : “Bagi engkau bersumpah.” Ia berkata : “ Ya Rasulullah, seorang laki-laki ini fajir tidak akan menimpakan sesuatu pun atas sumpahku atasnya dan tidak saling menjaga diri dari sesuatu pun.” Maka Rasul bersabda : ”Tidak ada bagi engkau kecuali hal itu.” Sabda Nabi : “ Bayinah (bukti) itu bagi orang yang menuntut dan sumpah bagi orang yang mengingkari.” Rasul membebankan bukti bagi penuntut hal itu menunjukkan bahwa pihak tertuntut bebas hingga terbukti tuntutan itu.
@     Kedua, tidak dijatuhkan hukuman kecuali dengan keputusan hakim di majelis mahkamah (peradilan). Dalilnya adalah sabda Rasul : ” Barangsiapa yang aku ambil harta miliknya maka inilah hartaku hendaklah ia mengambilnya, dan barangsiapa yang dicambuk punggungnya maka ini punggungku hendaklah ia mengambil qishash dariku.” Hal itu berkaitan dengan seorang hakim yang memutuskan hukuman tidak semestinya maka hendaklah diqishash. Ini menunjukkan bahwa seorang hakim tidak boleh menghukum seseorang sebelum jelas kesalahan pihak yang harus mendapat sanksi. Demikian juga dikatakan kepada Rasul tentang li’an : “ Seandainya engkau merajam seseorang tanpa adanya bukti sungguh akan aku merajamnya.” Hal itu menunjukkan bahwa beliau tidak merajam perempuan itu karena tidak adanya bukti sekalipun ada dugaan. Bukti tidak sah kecuali diungkapkan dihadapan hakim di majelis mahkamah. Hanya saja hakim boleh menahan orang yang di dakwa sebelum terbukti untuk proses pembuktian. Masa penahanan itu harus dibatasi dalam jangka waktu tertentu yang pendek. Diriwayatkan dari Bahiz bin Hakiim dari bapaknya bahwa “Rasul menahan seorang laki-laki yang didakwa kemudian melepaskannya.” Dalam hadits Abu Hurairah : “bahwa Nabi menahan dalam pembuktian selama satu hari satu malam.” Jadi semata ditahan untuk menyingkap yang tersembunyi.
@     Ketiga, ketiadaan hukuman sebelum terbukti dosanya dan ketidakbolehan menjatuhkan sanksi seperti siksaan Allah di Akhirat kelak yakni dibakar (dengan api). Dalilnya adalah, hadits di atas. Jadi tidak boleh menyiksa sedikitpun sebelum terbukti dosanya. Adapun ketidakbolehan hukuman seperti hukuman di Akhirat maka diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasul SAW bersabda : “ Janganlah kamu menyiksa dengan siksaan Allah.” Hadits yang lain dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda : “Adapun api, tidaklah menyiksa dengannya kecuali Allah.” (HR. Bukhari). Abu Dawud meriwayatkan bahwa Nabi bersabda : “ Tidak boleh menyiksa dengan api kecuali tuhannya api (Allah).” (HR. Abu Dawud).
14
Hukum asal setiap perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal bagi setiap benda/alat yang digunakan hukumnya mubah, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.

@     Setiap muslim diperintahkan untuk menundukkan perbuatannya sesuai dengan hukum syara’. Allah berfirman : ” Maka demi tuhanmu mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan engkau (Muhammad) sebagai pemutus atas perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An Nisaa : 65). “Apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu maka ambillah dan apa saja yang dilarang oleh Rasul bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7). Prinsip asal bagi perbuatan seorang muslim adalah wajib terikat dengan hukum syara’.
@     Kaedah syara’ “laa syar’a qabla wuruudi asy syar’iy”  tidak ada hukum sebelum dinyatakan oleh syara’. Yakni tidak ada hukum sebelum Allah menyatakannya.
@     Dengan demikian “al ashlu fiy al af’al at taqayadu bi al hukmi asy syar’iy wa laisa al ashlu fiiha al ibahah“ (Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’ dan bukannya mubah. Karena mubah sendiri merupakan salah satu hukum syara’.)
@     Allah menyatakan “Pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu agamamu dan aku cukupkan nikmatku kepadamu dan telah aku ridlai Islam sebagai agama bagi kalian” (QS. Al Maidah : 3). “ Dan telah kami turunkan kepadamu Al kitab sebagai penjelas atas segala sesuatu” (QS. An Nahl : 89). Jelas bahwa tidak ada satupun perbuatan atau sesuatu yang tidak ada penjelasan hukumnya menurut syara’.
@     Kaedah syara’ “ al ashlu fiy al asy-yaa`i al ibahah maa lam yarid daliilu at tahriim”(Hukum asal sesuatu adalah mubah selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya). Allah menghalalkan seluruh yang ada di bumi, kecuali ada dalil lain yang mengharamkan sesuatu benda tertentu, seperti bangkai dan daging babi. Maka haramnya sesuatu harus ada dalil yang menyatakannya haram.
15
Segala sesuatu yang menghantarkan kepada yang haram, hukumnya adalah haram, apabila telah terwujud dua syarat, pertama sesuatu itu menghantarkan kepada perbuatan yang haram dengan dugaan kuat; kedua perbuatan yang haram itu telah diharamkan oleh syara’.

@     Allah berfirman : “Dan janganlah engkau mencela sesembahan orang-orang yang menyembah selain Allah lalu orang itu mencela Allah. “ (QS. Al An’am : 108). Mencela sesembahan orang kafir adalah mubah, tetapi jika dengannya menyebabkan mereka mencela Allah maka mencela sesembahan orang kafir pada kondisi tersebut menjadi haram. Dari sini diambillah kaedah “ al wasiilatu ila al haram haram” (wasilah kepada yang haram maka hukumnya haram). Akan tetapi harus memenuhi dua syarat : pertama, sesuatu itu menghantarkan kepada sesuatu yang haram berdasarkan dugaan kuat (ghalabatu zhann), kedua, sesuatu yang haram tersebut memang telah haram sesuai dengan nash syara’.
@     Kaedah yang semisal adalah “ asy syai`u al mubah idza aushala fardun min afraadihi ila dlarar hurrima dzalika al fardu wahdahu wa yabqa asy syai`u mubaahan” (sesuatu yang mubah jika salah satu bagian dari bagian-bagian perkara yang mubah itu menghantarkan kepadadlarar (kemudharatan) maka bagian itu saja yang haram sedang hukum sesuatu itu sendiri tetap mubah.

Selasa, 03 Mei 2011

Buat yang doyan nge-band... alasan kenapa band g maju-maju










by :Jeffrey A. Macak (President, JMI Publications, USA)


1. Mereka tidak memiliki tujuan

Jika Anda tidak memiliki tujuan dalam mengembangkan karier, bagaimana Anda bisa mendeteksi sebuah kemajuan? Bisnis musik adalah bisnis yang keras, apalagi jika Anda tidak memiliki panduan yang jelas. Kebanyakan label rekaman, penerbit musik, manajer, produser, pengacara hiburan dan bahkan agensi booking tidak akan mau bekerjasama dengan artis yang belum jelas menentukan arah dan tujuan bagi bandnya. Mereka lebih memilih untuk bekerjasama dengan musisi yang memiliki tujuan jelas dan cekatan.

2. Mereka tidak memiliki perangkat menuju kesuksesan

Berlawanan dengan kepercayaan orang banyak, sebenarnya memang ada sebuah "proses" untuk menjadi musisi professional dan mendapatkan sebuah kontrak rekaman. Industri musik dipenuhi dengan rumor, mitos dan misinformasi yang membuatnya sulit untuk menggoreskan kesuksesan di atasnya. Dengan memahami bagaimana industri musik ini bekerja tentunya dapat menjadi asset yang sangat berharga. Bagian dari "proses" yang di maksud ini termasuk di antaranya adalah penggunaan "perangkat" khusus yang telah menjadi standar dalam ruang lingkup industri musik! Daftar berikut memuat beberapa perangkat wajib yang Anda butuhkan guna mengejar karier yang serius sebagai musisi professional.

PRESS KIT/PROMO PACK
• Sebuah demo kaset/CD yang berisikan 3-5 lagu TERBAIK band Anda. (Kualitas jelas berpengaruh!)
• Biografi artis. (Informasi penting tentang sang artis, termasuk siapa saja mereka, apa yang mereka lakukan, apa yang sedang mereka kerjakan, dan sebagainya.)
• Daftar lagu (song list). (Seluruh judul lagu yang dibawakan oleh sang artis, milik sendiri atau cover)
• Lirik-lirik lagu. (materi lirik-lirik lagu milik sang artis yang termuat dalam demo mereka.
• Foto artis.
• "Write-ups." (Berbagai kisah menarik atau resensi yang ditulis media cetak tentang sang artis, bisa juga mengenai liputan tentang mereka di radio maupun televisi.)

MAILING LIST
Salah satu faktor terpenting dari kesuksesan Anda adalah dengan membangun, memelihara serta memaksimalkan pemanfaatan mailing list. Milis ini terdiri dari nama-nama dan kontak informasi para penggemar, kontak media, pelaku industri musik dan siapa saja yang memiliki minat yang sama (bisnis dan sebaliknya) dengan Anda (sang artis). Sebuah mailing list dapat menjadi asset yang berharga bagi artis siapa saja apabila mereka memanfaatkannya secara maksimal.

DAFTAR TARGET MEDIA
Pemanfaatan media guna mendukung kemajuan karier Anda merupakan hal yang sangat penting sifatnya. Ini mencakup di antaranya penerbitan- penerbitan industri musik, majalah-majalah, suratkabar, radio, televisi dan internet. Sebuah band atau artis yang sangat berbakat dan secara berkesinambungan melakukan promosi bagi kemajuan kariernya memiliki kesempatan yang besar untuk mendapat "perhatian" untuk dikontrak label rekaman. Pernahkah Anda mendengar orang berkata, "saya nggak pernah lihat dan nggak pernah tahu band mereka." Nah, Anda harus berlawanan dengan komentar tadi! Berusahalah untuk selalu "tampil" sebanyak mungkin di depan banyak orang. Penuhi keingintahuan industri dan khalayak luas dengan aksi band Anda maka dijamin band Anda akan tampil di banyak tempat! Manfaatkan penggunaan media dengan memasang iklan atau beriklan secara gratis, sebarkan rilis pers, write-ups dan resensi, dan kalau bisa usahakan tampil di radio dan juga televisi juga.

3. Mereka tidak memiliki seseorang untuk memandu karier

Salah satu tanggungjawab dari manajer personal adalah untuk membantu artis mengambil keputusan yang berhubungan dengan karier musik mereka. Masalahnya, kebanyakan artis biasanya tidak memiliki banyak waktu untuk mencari manajemen yang bagus. Biasanya ini terjadi karena kebanyakan manajer yang professional dan berpengalaman, sibuk sendiri dengan klien mereka masing-masing. Karena alasan inilah, banyak musisi yang lantas meminta kawan mereka sendiri untuk menjadi manajer. Yang sering terjadi kemudian, sang teman tadi ternyata justru cenderung menjadi seorang booking agent dibandingkan manajer personal band. (Lebih gampang mencarikan panggung tentunya dibandingkan harus memandu karier musik artis!) Karena "teman-teman" ini sangat awam dengan bisnis musik, mereka terkadang jatuhnya malah sering mempersulit dibanding mempermudah. Jika memang manajer yang Anda cari, maka carilah manajer! Jika teman- teman Anda berniat untuk membantu, mereka bisa menjual tiket di konser atau belajar mengoperasikan lighting! Jangan pertaruhkan karier band Anda di tangan seseorang yang sama sekali tidak memahami cara bekerja bisnis musik apalagi tidak berpengalaman sama sekali di dunia bisnis yang satu ini.

4. Mereka menunggu untuk ditemukan

Jika Anda "menunggu untuk ditemukan," saya punya satu pertanyaan sederhana...
"APA YANG SEBENARNYA YANG KAMU TUNGGU?"
Ini seperti berkata, "Saya sedang menunggu sukses!" Jelas tidak masuk akal! Apa yang dimaksud oleh musisi-musisi ini ketika mereka bilang tengah menunggu untuk ditemukan sebenarnya adalah: "Saya sudah mentok karena benar-benar nggak tahu harus melakukan apa lagi!" Tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu, mulai lakukan sesuatu, SEKARANG! Demand discovery, never wait for it!

5. Mereka kurang berdedikasi

Banyak band yang telah manggung bareng selama lebih dari 10 tahun sebelum akhirnya mendapatkan kontrak rekaman! Itulah dedikasi! Itulah kegigihan! Keuletan seperti itulah yang dapat membawa artis/band ke puncak kesuksesan di bisnis musik. Anda tentu tidak perlu tampil 10 tahun lamanya sebelum "keajaiban" terjadi, namun, bila Anda memiliki dedikasi untuk mengarungi suka- duka dan sukses menghalau segala rintangan yang manghalang, agaknya Anda sudah semakin dekat dengan "keajaiban" tersebut.

6. Mereka benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan

Oke, berikut ini adalah; "3 Rahasia Besar untuk menjadi Sorang Musisi Profesional dan Mendapatkan Kontrak Rekaman!"
• Asah terus bakat Anda! Latihan, latihan, latihan!
• Didiklah diri Anda dengan berbagai pengetahuan tentang bisnis musik! Jangan sekali-sekali beranggapan kalau Anda mengerti semuanya, cari tahu! Jika Anda berfikir akan tahu dengan sendirinya nanti. Anda benar, memang begitu, tapi ini terjadi setelah Anda tersandung dan jatuh berkali-kali. Jauh lebih pelik dari yang Anda bayangkan! Memang asyik-asyik saja belajar sambil mempraktekannya, tapi jangan sampai belajar dari kesalahan yang terjadi berkali-kali, dong! Ini sangat memakan waktu dan sangat menyakitkan bagi diri Anda sendiri tentunya. Carilah fakta-fakta dan pelajari bisnis ini dengan cara yang benar!
• Promosi, promosi, promosi! Mungkin Anda adalah musisi terhebat atau penyanyi paling sensasional yang pernah ada di planet ini, tapi kalau tanpa di dukung promosi, siapa yang tahu?




7. Mereka lebih banyak punya alasan mengapa mereka tidak bisa dibandingkan mereka bisa!

Banyak musisi yang belum apa-apa sudah memasang banyak penghalang di benak mereka. Hal ini malah membuat mereka jauh dari kesuksesan. Jangan biarkan kekurangan PD merongrong bakat atau karier musik yang telah Anda impi-impikan sejak lama. Ego yang sehat malah dibutuhkan dalam bisnis musik. (seorang ego-maniak tidak mendapat tempat di sini!)

8. Mereka tidak memiliki komitmen jangka panjang

Jika Anda tidak jujur melihat diri Anda sendiri sebagai seorang musisi lebih dari 6 bulan sampai satu atau dua tahun, maka Anda sedang melalui sebuah fase yang bagi kita musisi "beneran" selalu berharap agar Anda MENGHILANG secepatnya! Menjadi seorang musisi adalah kerja keras seumur hidup, bukannya iseng-iseng! Musisi-musisi yang sukses di industri musik tidak sekadar memasukkan jempol kaki mereka untuk memeriksa keadaan air, mereka langsung terjun dengan kepala mereka lebih dahulu dan TIDAK pernah melihat ke belakang lagi! Sekali Anda telah menjadi seorang musisi maka seumur hidup Anda akan terus menjadi musisi!

9. Mereka tidak serius
Jika Anda memperlakukan musik hanya sebagai hobi, maka selamanya ia akan seperti itu! Jika Anda tidak menggiring musik dan band Anda menjadi serius, maka tidak seorangpun yang akan mau serius dengan band Anda! Jika tujuan Anda adalah menjadi musisi professional, Anda harus menampilkan diri Anda dan apa yang Anda lakukan secara professional pula!

10. Mereka (¬_¬") tidak berbakat sama sekali
Salah satu alasan terbesar mengapa begitu sulit untuk menembus bisnis musik adalah karena bisnis ini merupakan bisnis yang kompleks. Semua orang kebelet menjadi bintang. Apa yang membuatnya semakin sulit ditembus ternyata karena makin banyak lahir musisi jadi-jadian yang merusak kesempatan bagi musisi-musisi berbakat! Label-label rekaman dibombardir dengan demo-demo "sampah" yang sangat jauh dari standar industri musik. Tidak heran makanya demo-demo ini kemudian langsung berakhir di keranjang sampah walau belum sempat dibuka sama sekali! Ini artinya bagi musisi professional, orang tersebut harus menunggu sampai bagian A&R dari label-label rekaman tersebut selesai menyortir satu-persatu ribuan "sampah" tersebut sebelum akhirnya benar-benar dibuka dan disimak oleh mereka.